Memahami Psikologi Anak Paud

Muhammad Arifin. Dalam pendidikan, guru merupakan pilar penting. Tak sekadar mentransper ilmu, tapi harus memahami perkembangan psikologi anak. Khususnya bagi guru-guru Taman Kanak-kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jika sikap guru salah, maka kreativitas anak akan terhambat.

Kondisi ini sangat dipahami Penerbit Erlangga. Setiap tahun pada seleksi Teacher Of The Year (TOTY), tahun 2010 dan 2011 selalu menggandeng psikolog. Tujuan, jelas guru-guru terpilih untuk mengikuti ajang TOTY merupakan guru yang benar-benar terbaik yang mampu menumbuhkan kreativitas anak. Upaya ini ternyata mampu menjadikan perwakilan TOTY 2010 dari Erlangga Medan menjadi juara di tingkat nasional.
Tahun 2011 ini, kata Manager Pemasaran PT Penerbit Erlangga, SahalaSihombing juga dilakukan ajang serupa, ada 18 guru yang mengikuti seleksi dan dinilai oleh seorang psikolog. Harapannya hasil yang diperoleh bisa meraih prestasi serupa tahun sebelumnya.
Tahun lalu, Wiwik Puspita Sari (guru TK Al Mushabihin Kompleks Taman Setia Budi Indah) berhasil menjadi juara pertama guru TK tingkat nasional. Menurutnya ,keuntungan dari kegiatan ini adalah melakukan pencitraan diri secara positif terlebih kepada kemampuan kompetensi guru TK.
Soal guru TK, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA), Dra Irna Minauli, MSi yang selama dua tahun menjadi juri pemilihan TOTY yang digelar Erlangga mengatakan, guru di Taman Kanak-kanak (TK) dan PAUD, agar tidak membunuh kreativitas siswa. Antara lain, tidak menggunakan bahasa sepotong-sepotong karena dinilai akan membunuh kreativitas anak sendiri.
“Banyak guru yang masih menggunakan bahasa sepotong-sepotong. Misalnya, guru bertanya? Anak-anak setamat TK melanjut ke S……D, atau ini warna apa biii…ru. Seharusnya anak yang mempunyai jawaban sendiri karena anak merupakan makhluk kreatif,” kata Irna Minauli. Dia menilai dengan penggunaan bahasa sepotong-sepotong atau mengarahkan berarti ?membunuh? kreativitas anak. Padahal, anak kemungkinan memiliki jawaban yang berbeda karena dia telah mengetahui dari melihat, menonton televisi terkait perkembangan melalui media-media lain.
Dia juga mencontohkan misalnya anak menggambar pohon dengan warna oranye tidak berwarna hijau, guru tidak boleh melarang. Mungkin saja anak-anak mengetahui dari melihat televisi bagaimana musim gugur di Jepang.
Prilaku Anak
Irna menambahkan, beberapa guru TK juga kurang paham bagaimana mengembangkan kreativitas anak.
Memahami prilaku anak ketika anak berusia 4-5 dan 6 tahun. Seumur itu, rentang perhatian sangat terbatas. Anak-anak bisa duduk bisa terlibat sesuai dengan umurnya. Ketika berusia 4 tahun bisa duduk tenang 4 menit, 5 tahun lima menit, makanya guru harus kreatif dengan memberi kreativitas yang berarti.
Untuk itu, penggunaan kata sepotong-sepotong dan pengarahan atau memberi tugas untuk anak TK sangat tidak bagus dan sangat tidak baik baik secara psikologis dan pedagogik. Dosen yang tidak setuju dengan konsep, membaca, menulis dan berhitung (Calistung) di TK ini menegaskan anak-anak di usia 4-6 tahun merupakan masa bermain bukan belajar.
Dia menerangkan apabila anak-anak dibebankan dengan pelajaran padahal usianya masih harus bermain sangat bahaya. Banyak penelitian yang dilakukan tentang theory child bahwa anak-anak yang dipercepat perkembangan usia dini, diberikan banyak beban pelajaran serius, belajar dan berhitung justru akan lebih mudah bosan ketika mereka sekolah. Bahkan membuat anak drop out sekolah dan prilaku nakal lain, karena seharusnya bermain malah dicekoki dengan hal-hal yang belum masanya.
Dia menjelaskan, idealnya guru TK itu tambahnya, perlu memberikan pendidikan efektif, mencintai anak, mengembangkan kreativitasnya dan pendidikan karakter seperti moral dan budi pekerti.
“Banyak guru TK mengekang anaknya. Padahal guru yang baik harus menggunakan pola psikomotorik dengan pola bermain,” katanya.
Wiwik Puspita Sari ditemui beberapa waktu lalu menyampaikan pesan kepada guru TK seluruh Indoneisa, jangan pernah merasa paling jelek. “Kita yang paling dan paling, pokoknya di pikiran negatif melulu, kalau itu dalam pikiran tidak akan memunculkan aurah kepada anak-anak. Jadi, jika kita memikirkan negatif terus anak-anak akan negatif saja dengan gurunya,” cetusnya.
Untuk itu, dia kepingin teman-teman semuanya, harus seperti bunga mawar yang tidak memikirkan duri yang ada melekat pada dirinya, tapi pancarkan harumnya ke seluruh dan sekelilinganya, sehingga bunga mawar merekah.
“Saya pikir seorang guru jadilah bunga mawar, jangan pernah memikirkan duri yang melekat padanya, karena tidak akan pernah habis dan memang sudah dari Allah SWT seperti itu. Carilah yang bisa membuat bunga lain bisa tersenyum harumnya juga membuat yang lain merasa ada guna yang didapat, tebarkan harumnya sekelilingnya. Otomatis semua akan merasa. Itulah yang saya sampaikan di depan anak-anak yang sama sekali saya tidak kenal tapi mereka bisa merasa,” ungkapnya.
Dalam membawa langgam Sumatera, pok ame-ame diganti syairnya. pok ame-ame, belalang kupu-kupu, yang duduk anak pandai, dengar dong bu guru.
“Jadi, begitu dipuji, pasti mereka akan dengerin ibu guru dongeng, tanpa merasa diguruin sedikit pun,”ujar Wiwik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar